UPDATECIREBON.COM – Majalengka, sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Barat, dikenal memiliki berbagai tradisi dan adat istiadat yang kaya akan nilai budaya. Khususnya di bidang pertanian, masyarakat Majalengka masih mempertahankan beberapa tradisi yang telah ada sejak lama, seperti Sedekah Bumi, Mapag Tamba, dan Mapag Sri. Di antara tradisi-tradisi tersebut, Mapag Tamba menjadi salah satu yang masih dilaksanakan dengan penuh semangat, terutama di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka.
Mapag Tamba adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pilangsari untuk menyambut musim tanam baru. Tradisi ini berlangsung setiap kali petani desa memulai masa tanam setelah beberapa minggu sebelumnya melakukan persiapan lahan. Mapag Tamba menjadi simbol harapan bagi masyarakat agar musim tanam yang baru dapat membawa hasil yang melimpah dan berkah bagi kehidupan mereka.
Pada hari pelaksanaan Mapag Tamba, warga Desa Pilangsari berkumpul di kantor desa sekitar pukul 08.00 WIB. Mereka kemudian melakukan perjalanan bersama-sama, berjalan kaki memutari batas desa. Kegiatan ini berlangsung selama beberapa jam hingga menjelang tengah hari, sekitar pukul 11.00 WIB. Para peserta, yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, mengiringi perjalanan dengan doa dan harapan akan kesuburan tanah mereka serta hasil pertanian yang baik.
Meski tidak begitu familiar di sebagian besar wilayah Majalengka, tradisi Mapag Tamba tetap dipertahankan di Desa Pilangsari. Hal ini karena masyarakat setempat percaya bahwa tradisi ini merupakan bagian dari nilai budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Selain itu, Mapag Tamba memiliki makna spiritual yang mendalam, yaitu sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil pertanian yang telah didapatkan dan sebagai permohonan agar musim tanam yang baru diberkahi.
Di tengah arus modernisasi yang semakin cepat, tradisi seperti Mapag Tamba menjadi simbol penting dalam menjaga kearifan lokal dan keberagaman budaya Indonesia. Bagi masyarakat Desa Pilangsari, menjalankan tradisi ini adalah cara mereka menghormati alam, leluhur, dan warisan budaya yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Selain Mapag Tamba, masyarakat Desa Pilangsari juga masih melaksanakan dua tradisi penting lainnya, yaitu Mapag Sri dan Sedekah Bumi. Mapag Sri atau yang dikenal dengan nama Munjungan adalah tradisi yang dilakukan untuk menyambut datangnya musim panen. Dalam tradisi ini, warga desa melakukan doa bersama dan persembahan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah. Sedangkan Sedekah Bumi adalah kegiatan yang melibatkan pemberian hasil bumi sebagai tanda syukur dan permohonan agar bumi tetap memberikan keberkahan bagi masyarakat setempat.
Selain sebagai bentuk pelestarian budaya, ketiga tradisi ini juga memiliki potensi sebagai atraksi wisata. Keunikan dan makna mendalam dari setiap tradisi adat yang ada di Desa Pilangsari menjadikan kawasan ini menarik bagi wisatawan yang ingin belajar lebih banyak tentang kearifan lokal dan kehidupan masyarakat desa. Dengan semakin banyaknya wisatawan yang tertarik untuk menyaksikan dan mengikuti tradisi-tradisi ini, tidak menutup kemungkinan bahwa Desa Pilangsari bisa menjadi destinasi wisata budaya yang semakin dikenal di tingkat lokal maupun nasional.
Mapag Tamba, Mapag Sri, dan Sedekah Bumi adalah contoh betapa pentingnya tradisi adat dalam menjaga keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Melalui tradisi-tradisi ini, masyarakat Desa Pilangsari tidak hanya melestarikan warisan budaya mereka, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan rasa syukur kepada alam.
Desa Pilangsari di Majalengka tidak hanya dikenal sebagai daerah pertanian yang subur, tetapi juga sebagai penjaga tradisi yang masih hidup hingga saat ini. Mapag Tamba, Mapag Sri, dan Sedekah Bumi adalah tiga tradisi yang menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat. Dengan terus dilestarikan, tradisi ini tidak hanya memperkaya kultur lokal, tetapi juga menjadi potensi wisata yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.
Di tengah perkembangan zaman, Desa Pilangsari tetap berkomitmen untuk mempertahankan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sebagai bagian dari Majalengka, desa ini membuktikan bahwa budaya dan tradisi lokal dapat terus hidup dan berkembang, bahkan menjadi daya tarik yang mendatangkan keuntungan bagi pariwisata daerah.
Editor: Fath