UPDATECIREBON.COM – Tari Sintren merupakan tarian tradisional Cirebon yang juga berkembang di daerah pesisir Jawa Barat dan Jawa Tengah. Konon, tarian ini memiliki unsur magis di dalamnya.
Tarian ini bermula dari kisah Sulandono, putra Ki Bahurekso, Bupati Kendal, dari hasil pernikahannya dengan Dewi Rantamsari si Dewi Lanjar.
Raden Sulandono jatuh cinta dengan Dewi Sulasih, seorang putri dari Desa Kalisalak. Namun, kisah cintanya tidak mendapatkan restu dari sang ayah, Ki Bahurekso. Akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa, sementara Sulasih menjadi penari.
Dalam perjalanannya, mereka biasa mengadakan pertemuan secara ghaib. Pertemuan antara Raden Sulandono dan Sulasih ternyata diatur oleh Dewi Rantamsari, ibu Raden Sulandono dengan cara memasukkan roh bidadari ke dalam tubuh Sulasih. Pada saat itulah, Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil untuk menemui Sulasih.Berdasarkan cerita tersebut, setiap pertunjukan tarian Sintren selalu melibatkan ritual sang pawang memasukkan roh bidadari ke dalam tubuh sang penari. Namun, sang penari harus dalam keadaan suci.
Gerakan Tari Sintren
Tidak diciptakan koreografi khusus pada gerakan Sintren karena ditarikan oleh roh bidadari yang merasuki tubuh sang penari. Maka dari itu, tidak jarang gerakan yang ditarikan monoton atau berulang-ulang. Gerakan pada tarian sintren dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
- Awal Pertunjukan
Pada awal pertunjukan Sintren atau yang juga dikenal dengan istilah “Turun Sintren”. Pada tahap ini terdapat beberapa gerakan yang sangat mendominasi seperti sembahan, lembehan, salaman, geol bokong, kosoki, belulukan, ngoyok, dan juga lengkung. - Inti Pertunjukan
Ritual balangan dan temohan berada pada inti pertunjukan Sintren. Pada inti pertunjukan ada beberapa gerakan saat penari sudah keluar dari ranggap atau kurungan ayam, seperti gerak cincing colak, lembehan bareng, murub mubyar, dan gebyar. - Akhir Pertunjukan
Akhir dari pertunjukan Sintren ditandai dengan adegan penari mengeluarkan nyiru untuk menaruh uang saweran sukarela dari penonton. Gerakan pada akhir pertunjukan yang biasanya dilakukan secara berulang-ulang adalah gerakan nyatu dan tangis layu.(am).