UPDATECIREBON.COM – Ratusan guru di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, merasa resah akibat kebijakan pemotongan Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang diduga tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Kebijakan ini diberlakukan sejak 2022 bagi guru yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang diketahui tidak hadir atau tidak mengajar pada hari kerja.
Dari data yang diperoleh tim redaksi UPDATECIREBON.COM, kebijakan ini telah berdampak pada sekitar 900 guru. Potongan TPG tersebut bervariasi, mulai dari Rp3 juta hingga Rp6 juta per bulan, tergantung golongan. Para guru mempertanyakan dasar hukum kebijakan ini, yang menurut mereka hanya berlaku di Kabupaten Indramayu dan tidak diterapkan di daerah lain.
Potongan Diduga Melanggar Permendikbud
Seorang guru yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran TPG. Dalam regulasi tersebut, TPG hanya dihentikan bagi guru yang meninggal dunia, pensiun, tersangkut kasus pidana, atau yang diberhentikan karena alasan tertentu, seperti menjadi kepala desa atau mengundurkan diri.
“Potongan ini perlu diluruskan dasar hukumnya apa. Karena dalam aturan itu, tidak ada ketentuan bahwa guru yang absen karena sakit atau keperluan mendesak seperti hajatan keluarga akan dipotong tunjangannya,” ujarnya.
Guru-guru yang terdampak mengaku absensi mereka pada jam kerja umumnya disebabkan oleh alasan yang dapat dibuktikan, seperti sakit dengan melampirkan surat dokter atau keperluan mendesak seperti menghadiri pemakaman keluarga. Mereka merasa kebijakan ini tidak manusiawi dan tidak memberikan toleransi terhadap kondisi mendesak yang dialami guru.
“Dalam komunikasi kami, rata-rata guru yang absen punya alasan jelas, seperti sakit atau keperluan keluarga. Mestinya ada kebijakan yang lebih toleran,” keluh seorang guru.
Sejak diberlakukan, total dana yang dipotong dari TPG guru PNS di Indramayu telah mencapai sedikitnya Rp2,7 miliar. Para guru telah mengajukan protes keras ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) setempat melalui Kepala Dinas, tetapi hingga kini belum ada tanggapan atau solusi yang memuaskan.
“Sudah beberapa kali kami mengajukan keberatan secara resmi, tetapi sampai sekarang tidak ada hasil. Ini membuat kami semakin yakin bahwa kebijakan ini ilegal dan merugikan kami sebagai guru PNS,” ujar salah satu guru dengan nada kecewa.
Harapan Guru untuk Keadilan
Ratusan guru di Indramayu berharap pemerintah daerah dan pihak berwenang segera meninjau ulang kebijakan ini. Mereka meminta adanya transparansi dasar hukum serta penerapan kebijakan yang adil dan manusiawi.
Keresahan ini mencerminkan perlunya perhatian serius terhadap kesejahteraan guru, terutama dalam memastikan bahwa kebijakan yang diberlakukan tidak merugikan mereka secara sepihak. Guru-guru berharap ada langkah nyata dari pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ini, sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa kekhawatiran.
Editor: Alwi