UPDATECIREBON.COM – Kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat pada 2016 silam hingga saat ini masih menyisakan PR (Pekerjaan Rumah) besar bagi kepolisian.
Pasalnya, sejumlah pelaku yang divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky disinyalir salah tangkap oleh anggota kepolisian.
Lantas bagaimana jika hal ini terbukti salah tangkap oleh anggota kepolisian, berapa besaran uang yang diperoleh korban salah tangkap?
Berdasarkan Pasal 1 ayat 23 KUHAP dijelaskan, ganti rugi merupakan hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU.
Penangkapan yang dilakukan oleh petugas kepolisian adakalanya mengalami kekeliruan sehingga menimbulkan korban salah tangkap yang mengakibatkan korban ditahan dalam rutan padahal tidak bersalah sama sekali.
Ditahan di dalam rutan dalam tenggang waktu yang lama, bulanan hingga tahunan jelas merugikan korban baik yang bersifat materil maupun immaterial. Kerugian materil dapat berupa kerugian harta benda dalam bentuk usaha yang tidak dapat dikerjakan selama masa tahanan.
Sedangkan kerugian immaterial merupakan kerugian yang diderita oleh keluarga korban yang merasa terpukul dengan penangkapan tersebut, termasuk stigma yang diberikan masyarakat kepada korban yang padahal hanya korban salah tangkap.
Korban salah tangkap adalah kasus pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis dan termasuk kedalam kejahatan yang serius. Karena kasusnya yang serius, korban salah tangkap dapat menuntut penegak hukum yang telah salah menghukum secara pidana dan perdata, misalnya karena penganiayaan sesuai dengan Pasal 251 KUHAP dan Pasal 1365 KUHPer tentang perbuatan melawan hukum.
Akibat dari kesalahan salah tangkap terhadap korban, telah hilang haknya berupa hak hidup, hak pemilikan, hak memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, dan hak ilmu pengetahuan.
Tuntutan permintaan ganti rugi yang dilakukan tersangka atau terdakwa atau ahli warisnya merupakan suatu perwujudan perlindungan hak asasi, harkat dan martabat. Terdapat dua tuntutan ganti rugi dalam KUHAP, yaitu:
a. Ganti kerugian yang ditujukan kepada aparat penegak hukum yang diatur dalam bab XII bagian kesatu:
b.Ganti kerugian yang ditujukan kepada pihak yang bersalah, yang merupakan penggabungan perkara pidana dengan perkara gugatan ganti kerugian yang diatur bab XIII.
Dua tuntutan ganti rugi tersebut bersumber pada perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPer yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian keadaan seorang lain mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Ketentuan mengenai ganti rugi bagi korban salah tangkap tertuang dalam PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP sebagaimana telah diubah dengan PP No. 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat sehingga dilakukan penyesuaian.
Sesuai dengan Pasal 9, bahwa korban salah tangkap atau korban peradilan sesat, adalah:
1. Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat paling sedikit Rp 500.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.
2. Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan paling sedikit Rp 25.000.000 dan paling banyak RP 300.000.000.
3. Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat yang mengakibatkan mati, paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000.
Ganti rugi bagi korban salah tangkap juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2015 mengenai jangka waktu ganti rugi bagi korban salah tangkap. Pasal 11 menyebutkan bahwa, pembayaran ganti rugi dilakukan oleh Menteri Keuangan dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti rugi oleh Menteri.
Reporter: Fahmi
Editor: Zen